Pemilih Pemula Rawan 18.34

Pemilih Pemula Rawan Dimanipulasi Parpol


Jakarta - Pemilih pemula harus mendapat perhatian dan sosialisasi yang cukup berkaitan dengan proses dan tahapan pemilihan umum (Pemilu) 2009.
Hal ini guna mencegah terjadinya praktik manipulasi yang kerap dilakukan partai politik (parpol) peserta Pemilu kepada calon pemilih pemula yang di taksir berjumlah 30 persen dari total pemilih.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Jeirry Sumampow mengatakan hal itu di sela-sela peluncuran buku komik berjudul “Komik Politik untuk Pemula” dan seminar “Pendidikan Politik Untuk Pemilih Pemula,” di Jakarta, Selasa (18/11) siang.
Dia mengatakan, selama ini pemilih pemula tidak pernah mendapat perhatian dari pihak-pihak yang terkait penyelenggaraan Pemilu. Padahal, pemilih pemula rawan dieksploitasi, dimobilisasi, dan dimanipulasi parpol.
“Pemilih pemula sering dimobilisasi untuk ikut dalam kampanye, bahkan dibujuk dan dipaksa untuk memilih partai tersebut. Hal itu jelas tidak fair dan tidak mendidik secara politik,” kata Jeirry
Diakuinya, upaya sosialisasi pada pemilih pemula yang rata-rata berusia 17-21 tahun memang bukan pekerjaan mudah. Menurutnya, persoalan usia mempengaruhi bagaimana pemilih pemula menanggapi lingkungan sekitarnya. Untuk sosialisasi Pemilu, dia menerangkan, banyak pemilih pemula yang tidak tertarik mengikuti perkembangan dan informasi seputar tahapan dan tata cara mengikuti Pemilu.
“Kita harus mampu memahami karakter, selera, dan gaya hidup mereka untuk dapat menyita perhatian mereka,” ungkapnya.
Persoalan lain yang patut diperhatikan, tambahnya adalah banyaknya pemilih pemula yang tidak terdaftar sebagai pemilih. Hal itu tentunya akan menambah jumlah individu yang terabaikan haknya sebagai warga negara yang berhak menentukan pilihan politiknya. Selain itu, Jeirry juga mengimbau semua pihak untuk ikut memberi pendidikan politik untuk pemilih pemula, agar mereka dapat kritis dalam melihat fenomena politik terkini.

Sejalan Kurikulum
Dukungan sosialisasi juga dikemukakan Masya Asyurus, yang berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah swasta di Jakarta. Marsya berpendapat upaya sosialisasi sejalan dengan kurikulum pendidikan, yaitu agar siswa dapat memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajiban politiknya. Namun sayangnya, sebagian besar sekolah belum terjamah program sosialisasi tahapan Pemilu 2009.
Agar berhasil mendapat perhatian para pemilih muda, dia menganjurkan untuk mengemas program sosialisasi yang menyentuh kebutuhan keseharian kaum muda, dan juga ikut melibatkan mereka dalam proses menuju Pemilu 2009. (cr-5)